Pamit
Saya mohon maaf lahir dan batin jika ada kesalahan yang disengaja ataupun tidak selama berinteraksi dengan teman-teman semua. Salah interpretasi, salah ketik, salah klik dan lain sebagainya.
Sekali lagi terima kasih atas dukungannya....
Ada satu hal yang berkesan pada saya, yaitu tentang nilai. Di sini berbeda/terbalik dengan di Indonesia. Nilai A di Indonesia adalah nilai tertinggi dengan bobot 4. Sedangkan nilai tertinggi di sini adalah 1. Jadi inget, dulu kalau ada temen dapet IP satu koma suka diledekin punya IP rapido... hehe....
Sedangkan seseorang dinyatakan lulus dengan yudisium
Dengan catatan, nilai dibawah 1 hanya untuk prestasi yang sangat luar biasa dan sangat jarang sekali terjadi. Mungkin diperlukan prestasi yang luar biasa ya?
-----
Untuk teman-teman semua, mohon maaf jika akhir-akhir ini saya jarang sekali blogwalking. Ternyata banyak sekali yang harus kita selesaikan, sedangkan waktunya demikian mepet antara ujiannya suBapak dengan waktu pulang.
Saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas doa dan dukungan teman-teman semua (tercermin dari komentar di dua postingan terakhir) juga dari email dan telepon yang masuk pada saya. Semoga segala kebaikan teman-teman semua mendapat balasan berlipat ganda dari Allah SWT. Amien.
Saya ingat sebuah cerita:
Di hari pertama kepulangannya, Riri disambut neneknya dengan penuh rindu. Nenek mana yang tidak bangga, cucu yang paling disayanginya lulus dari universitas terkemuka di Amerika. Riri pun tidak kalah senangnya bertemu kembali dengan nenek yang sangat dicintainya itu. Kalimat pertama yang keluar dari mulut Riri, "Nenek sampai kapan ada di Jakarta?". Nenek sangat tersinggung dengan pertanyaan Riri. Dalam hati nenek mengeluh, "Baru saja datang, sudah ditanya kapan pulang. Apa tidak senang dirindui dan ditengok neneknya ini?".
Adakah yang salah di sini? Setelah saya mengalami sendiri hidup di sini, saya baru tahu ada kesalahpahaman di kejadian itu.
Hal yang lain:
Bila kita mendapat hadiah dari seseorang, apa yang akan kita lakukan? Biasanya setelah pemberi hadiah itu pulang, baru kita membuka hadiahnya bukan? Sangat tidak sopan membuka hadiah saat itu juga di depan si pemberi (mungkin anak-anak sebagai perkecualian).Tapi di sini, hadiah itu harus dibuka di depan si pemberi. Tidak sopan jika kita hanya menerima kemudian menyimpannya untuk dibuka nanti. Kesannya kita tidak suka dengan pemberiannya itu. Si pemberi tidak akan tersinggung jika pemberiannya diterima dengan biasa-biasa saja (meski kadang bilang suka itu hanya basa basi saja). Tapi si pemberi akan dengan senang hati menjelaskan jika kita menanyakan apa sebenarnya fungsi dari benda yang dihadiahkan itu jika kita tidak tahu.
Saya sendiri sekarang merasa aneh, ketika memasak lebih dan makanan itu saya bagi pada seorang teman tapi oleh teman saya tidak disentuh atau dibiarkan begitu saja. Kesan saya, teman saya itu tidak suka dengan makanan pemberian saya. Hal ini karena saya sudah terbiasa, jika membagi makanan pada tetangga sebelah mereka langsung mencicipi. Ekspresinya jelas, kalau enak dia bilang enak. Kalau tidak enak dia bilang, “…mm, rasanya agak aneh di lidah saya”. Dan saya pun tidak akan tersinggung.
Lain padang lain belalang
Lain lubuk lain pula ikannya.
Hal-hal begini sepertinya sepele, tapi tentu tidak enak jika sudah menyakiti hati orang lain. Yang menyulitkan, kita tidak tahu bahwa itu menyakiti hati orang lain, karena yang disakiti hatinya biasanya hanya diam saja.
Semoga sekembalinya kita di Indonesia nanti tidak mengalami hal-hal seperti ini. Semoga kita bisa beradaptasi kembali dengan ‘pola lama’. Yah, mungkin perlu beberapa modifikasi untuk menjembataninya.
Kalau teman-teman punya pengalaman seputar beda pola seperti ini, boleh dong dibagi untuk menambah bekal pulang nanti. Terima kasih…