di Vechta: Sail Bremerhaven 2005

Mittwoch, August 17, 2005

Sail Bremerhaven 2005

Sail Bremerhaven 2005 dari tanggal 10 – 14 August 2005 adalah festival Kapal Layar terbesar di Eropa. Bertempat di pelabuhan Bremerhaven, festival ini diikuti hampir 300 buah kapal dari 26 negara. Kapal-kapal itu dibagi menjadi 3 besar, yaitu kapal layar, kapal motor dan kapal uap, daftarnya bisa dilihat di sini.
Misalnya kapal Amerigo_Vespucci (Italy) yang mempunyai panjang 110 m. Kapal-kapal kembar seperti Gorch_Fock (Jerman), Sagres II (Portugal) dan Mircea (Rumania). Kapal yang dibuat tahun 80-an seperti Dar Mlodziezy (Polandia), Mir (Rusia) dan Khersones (Ukraina). Juga kapal-kapal klasik seperti Gloria (Kolumbia), Dewaruci (Indonesia), Christian Radich dan Sorlandet (Norwegia), Belem (Perancis), Astrid (Belanda) dan juga Krusenstern (Rusia).
Jika seluruh kapal layar sandar, akan memakan tempat seluas 82.000 qm. Jika berjajar satu sama lain akan sepanjang 6500 m. Karena terbatasnya tempat, kapal-kapal itu harus benar-benar rapat satu sama lain di dermaga. Benar-benar ujung bertemu ujung. Bahkan ada yang berjejer bersebelahan.
Wiken kemarin kita mengajak anak-anak untuk melihat dan mengenal lebih dekat kapal layar. Saat open ship kita bisa masuk ke kapal dan berinteraksi dengan krunya. Ada dispensasi jika kapal itu dari negara asal kita. Seperti kita yang sewaktu-waktu diijinkan masuk Dewaruci. Bahkan tidur disana juga boleh kalau mau. Masih banyak kabin yang kosong katanya. Wah, asik banget ya?
Jumat sore sebelum menuju pelabuhan kita sempat menikmati karnaval dari kru masing-masing kapal. Dari Oman menampilkan alat musik dan tarian mereka yang khas, Indonesia dengan reog Ponorogonya (ini paling heboh deh), Skotlandia dengan alat musik tiupnya, Rusia dengan akrobatnya dan masih banyak lagi.
Pemandangan pertama ketika sampai di pelabuhan adalah tiang kapal dan orang-orang sedemikian banyaknya. Sangat padat. Terlebih di atas jembatan yang sesekali harus ditutup karena kapal yang lewat. Hampir tidak bisa berjalan sejengkal pun. Macet total. Bukan main... Ditambah di sekitar pelabuhan berdiri juga stand-stand pasar malam yang menjual beraneka ragam makanan dan minuman. Yang paling menyiksa, ketika berdesak-desakan terlihat dan tercium aroma mie goreng dari sebelah. Duuuhh, dingin-dingin begini... (coba nggak ada babinya...).
Tadinya kita bingung melihat arus orang-orang ini, ternyata ada antrian untuk mendapatkan stempel. Masing-masing kapal menyediakan tempat (di dalam kapal atau di dermaga di sisi kapal ybs) untuk melayani permintaan stempel atau pembelian souvenir. Wah, menarik nih... masing-masing kapal tentu punya stempel yang khas. Kesempatan langka. Keesokan harinya baru kita dapatkan kesempatan itu. Bayangkan saja, untuk satu putaran dermaga (itu belum semua kapal) memakan waktu lebih dari 4 jam. Ya sudahlah... tidak perlu semua, kita sudah tidak mampu berjalan lebih jauh lagi. Capek...

KRI Dewaruci

Anak-anak sangat antusias memasuki kapal ini. Mungkin serasa di tempat sendiri ya? Krunya baik dan ramah. Segala pertanyaan dan keingintahuan kita dijawab dengan baik. Termasuk pertanyaan anak-anak. "...hehe, gak reti aku mbak..." kata mereka pada saya dengan logat Surabaya yang kental setelah Faza bicara panjang lebar menceritakan sesuatu dalam bahasa Jerman.

Menjadi lebih menarik ketika kita diperbolehkan memasuki ruangan yang sebenarnya tertutup untuk umum. Ruang kemudi, tempat penyimpanan plakat-plakat souvenir dari tempat-tempat yang pernah disinggahi, ruang VIP, ruang makan, saloon, dsb. Ditawari kopi, teh atau jus jeruk. Dipersilakan mencicipi sayur dan lauk 'mahoni' (mau nggak mau ya ini hehe...). Ups, tapi rasanya... Indonesia banget deh. Lezat betul... Saya bayangkan jika ada badai, seluruh isi dapur pasti berantakan dan kacau balau. Apa yang mereka makan ketika juru masak (karena badai) tidak memasak? Mie instan tentu saja... atau berbekal lauk kering dari rumah kali ya?

Dewaruci berawak 81 orang dari berbagai daerah di Indonesia. Obrolan makin asik ketika kita bertemu dengan daerah asal yang sama. Misalnya teman dari Kendari bertemu awak kapal dari Kendari, teman dari Surabaya bertemu awak Surabaya, teman yang sedang mangambil spesialisasi dokter bertemu dengan dokter kapal, dsb. Di sana obrolan lebih mengarah pada curhat.

Ternyata pelaut juga manusia biasa. Yang kadang mabuk ketika badai menggulung, yang kadang menyendiri dengan tatapan kosong ketika rasa rindu menghajar, yang kadang jum'atan sambil cekikikan karena ketika ruku' kapal oleng ke depan. Sangat membosankan selama berbulan-bulan di tengah lautan (dari Indonesia ke Jerman memakan waktu 4 bulan). Dan ketika mereka kembali ke Indonesia, anak yang mereka tinggalkan hampir setahun yang lalu tidak lagi mengenali bapaknya...


Fariz dan Faza di atas KRI Dewaruci
Oh, ya... ada satu hal yang sebenaranya menarik perhatian saya. Mengapa di kapal Dewaruci terpasang bendera bajak laut dengan ukuran cukup besar? (coba perhatikan foto di atas) Bajak laut melambangakan pelaut yang tangguh dan gagah berani. Tidak sembarang kapal berani memasang bendera ini. Menaklukan ombak dan badai, mengarungi tujuh samudera, menjelajahi lima benua. Tentu saja Dewaruci sudah melampauinya, sebagai kapal latih umurnya sudah mencapai 73 tahun.
Cerita menarik seputar bendera bajak laut ini, selama festival di Bremerhaven sudah lebih dari lima kali awak kapal dari negara lain mencoba mengambilnya. Tentu saja saat tengah malam, tapi selalu gagal karena ketahuan. Sebenarnya bendera yang sebelumnya lebih 'bagus', ada gambar darahnya. Pernah waktu berlabuh di Perancis, bendera itu tinggal seperempatnya (aus karena berkibar berbulan-bulan). Oleh awak kapal Belanda, bendera itu dipinjam, katanya untuk permainan. Dua jam kemudian, sesuai perjanjian, tidak dikembalikan. Diminta baik-baik tidak boleh. Langsung kapal Belanda itu di serbu. Wah, seru... kayak mau tawuran aja. Katanya sih, nilai historisnya itu yang tak ternilai.
Ternyata bendera-bendera kecil yang saat itu menjadi hiasan mempunyai arti jika berdiri sendiri. Ada yang melambangkan huruf A, artinya ada kegiatan menyelam. Atau huruf S, artinya di kapal tersebut sedang ada latihan. Atau bendera ular-ular perang (kapal sipil tidak memasang bendera ini) atau bendera genderang perang. Wah, tambah pengetahuan juga nih.
Malam terakhir festival mereka menggelar cocktail party. Beraneka ragam makanan khas Indonesia ada di sana. Kapal Dewaruci benar-benar penuh sesak oleh undangan dan masyarakat Indonesia di Jerman. Acara kesenian yang digelar antara lain tari reog, tari saman, rampak kendang (sampai terpal samping dibuka agar bisa dilihat dari bawah), dan diakhiri dengan poco-poco (akhirnya kapal dibuka untuk umum karena banyak yang menghendaki bergabung). Kabarnya baru kali ini sambutan dari masyarakat (Indonesia maupun umum) sungguh luar biasa.
Hari berikutnya mereka kembali berlayar. Menuju Belanda untuk menjemput 80 orang taruna. Diperkirakan sekitar bulan Desember sampai kembali di Indonesia. Selamat jalan Dewaruci... seberat apapun beban yang dibebankan padamu, semoga tetap berjaya dan gagah perkasa...