di Vechta: 1-2-3

Montag, August 22, 2005

1-2-3

Kali ini postingnya borongan ya...

1. Sepedaan lagi dan makan di luar
Seminggu kemarin, selama dua setengah hari berturut-turut cuaca sangat bagus. Sinar matahari adalah barang mewah di sini. Jangan sampai rugi. Cuaca cerah, matahari bersinar indah, maka nikmatilah... Dia tidak datang setiap hari, saat musim panas sekalipun. Hiks, padahal di Indonesia tidak kurang-kurang ya...

Memenuhi keinginan yang baru saja bisa naik sepeda, selama tiga hari itu acara kita berkeliling kota. Faza mulai saya ajak belajar menyusuri jalan-jalan di kota. Masih suka oleng juga sih, bahkan kadang menabrak semak-semak pagar rumah orang, gubraks! Nyengir aja dia... Pengendara sepeda lainnya biasanya maklum dengan pengendara sepeda yang masih berbendera tinggi seperti ini.

Meski jalur sepeda ada sendiri, pengendara mobil dari jauh biasanya mengurangi kecepatan demi mencegah hal-hal yang tidak terduga dari pengendara sepeda kecil ini. Karena belum stabil, bisa juga kan tiba-tiba Faza nyasar ke jalan besar?

Cuaca cerah, kenapa tidak makan di luar saja? Wow, gute Idee... Lagi-lagi kita bertiga (suBapak nggak jadi ikut) bersepeda sambil mencari tempat untuk makan di luar. Piknik. Tujuan kita Zitadellenpark, di sana banyak tempat enak untuk piknik.

Zitadellenpark Vechta: indah, lega dan nyaman
Makan di luar dalam arti yang sebenarnya, membawa makanan untuk dimakan di luar. Suasana lain ternyata berpengaruh juga pada nafsu makan. Fariz dan Faza makan banyak sekali. Cadangan yang saya bawa untuk suBapak, ludes dimakan mereka berdua. Kasihan, kelaparan sekali kau nak...?

Selesai makan, kita habiskan waktu dengan ngobrol, bermain kartu, bermain bumerang (dari plastik) dan terakhir bersepeda berkeliling. Kemudian pulangnya mampir beli ice cream, hmm... yummi....

2. Membuat dan Bermain Mikado
Meluangkan waktu untuk bermain bersama anak-anak mungkin sudah biasa. Jika permainan yang akan dimainkan itu kita buat dahulu sebelumnya tentu lebih mengasyikan bukan?

Tahukah permainan Mikado? Ketika saya kecil dulu sering sekali memainkannya (tapi entah dulu namanya apa). Rupanya cukup populer juga permainan ini di sini. Bahkan dalam bentuk besar untuk dimainkan di taman/luar rumah seperti ini.

Permainan yang berasal dari China ini awalnya dibuat dari gading gajah yang halus atau dari batangan kayu tipis. Dimainkan oleh dua orang atau lebih. Saya dulu menggunakan lidi. Karena di sini tidak punya sapu lidi, saya menggunakan tusuk sate yang bagian ujung runcingnya dihilangkan.

Tertarik membuatnya juga? Tidak sulit kok... silakan simak berikut ini.
Bahan-bahan: 30 buah tusuk sate yang sudah dibuang ujung runcingnya dan dua buah selotip berbeda warna, misalnya merah dan biru (punya kita berwarna kuning dan hitam). Kemudian,
- 6 batang diberi selotip merah 1 strip
- 6 batang diberi selotip merah 2 strip
- 2 batang diberi selotip merah 3 strip
- 2 batang selang-seling merah biru 4 strip
- 6 batang diberi selotip biru 1 strip
- 6 batang diberi selotip biru 2 strip
- 2 batang diberi selotip biru 3 strip

Aturan penilaian:
- 1 strip merah bernilai 1
- 2 strip merah bernilai 3
- 3 strip merah bernilai 5
- 4 strip selang seling bernilai 10
- 1 strip biru bernilai 2
- 2 strip biru bernilai 4
- 3 strip biru bernilai 6

Cara bermain:
- ketigapuluh batangan itu dijatuhkan di lantai
- kemudian kita ambil satu persatu dan batangan yang lain tidak boleh bergerak
- jika ada yang bergerak maka permainan dilanjutkan orang lain
- demikian seterusnya sampai habis
- pemain dengan skor tertinggi menjadi pemenang.

Permainan ini menurut saya bukan melulu permainan cewek. Cowok juga boleh, kalau mau... Fariz dan Faza bertahan (baca: tidak bosan) selama tiga hari berturut-turut. Mengasyikan, karena anak-anak juga dilibatkan dalam membuatnya.

3. Tag Book
Sebelumnya saya berterima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Tina dan Widi yang sudah melemparkan Tag Book pada saya beberapa waktu yang lalu. Saya lupa, sungguh... Sekarang saya bayar ya... *ih, udah basi banget*

Saya senang membaca sejak kecil. Majalah hampir selalu berlangganan sejak saya kecil. Berturut-turut mulai dari Bobo, Ananda, Gadis, Mode, Femina, kemudian AyahBunda. Sekarang cuma sesekali saya membeli majalah. Biasa, kendala bahasa hehe... males mikirnya. Paling sering beli majalah untuk anak-anak.

Kalau buku, dulu lebih sering pinjam. Ada tetangga yang koleksi bukunya luar biasa.Terutama buku-buku karangan Enid Blyton, hampir semua ada. Ketika kuliah bacaan saya seputar sastra terjemahan seperti Perempuan di Titik Nol, Si Lugu, Okot p'Bitek, buku-buku Khalil Gibran, dll (judul pastinya banyak yang lupa) semuanya saya beli dengan menyisihkan uang saku saya. Dan satu lagi, Asterix... Beberapa sengaja saya beli di sini, seneng aja baca versi bhs Jerman. Lebih lucu dibanding yang terjemahan Indonesia. Kalau sebangsa Tintin, Lucky Luke, dsb lebih sering pinjam.

Begitu menikah, nah... yang dibeli buku-buku seputar keluarga dan anak. Sekarang beberapa buku saya tentang kehamilan dan merawat bayi beredar dari sepupu satu ke sepupu lainnya. Baguslah, jadi lebih bermanfaat daripada cuma berdebu di lemari. Setelah Fariz lahir saya mulai membeli buku anak-anak. Sampai sekarang. Karena anggaran terbatas, kita sekarang lebih sering pinjam di perpustakaan. Gratis lagi.

Buku yang terakhir saya beli:

- Brotbacken (buku resep)
- Die ersten Religionkenntnisse fuer Kinder 1 (untuk 3-6 tahun)
- Die ersten Religionkenntnisse fuer Kinder 2 (untuk 6 tahun keatas)
- Der Prophet und die Kinder
- Asterix und Latraviata (telat belinya karena sering kehabisan)
Itu aja yang masih di luar, yang lainnya udah lama masuk Umzugkarton.

Buku yang sedang saya baca saat ini adalah Trem, kumpulan cerpen (dulu dimuat di majalah bahasa Jawa Panyebar Semangat) karangan Suparto Brata. Hehe... asik juga, meski awalnya agak sulit untuk mengeja.

Tag book tidak saya lemparkan kepada siapa-siapa lagi. Sudah lewat musim, dan mungkin sudah kebagian semuanya.