di Vechta: Kinderfest, Rujakan dan Baton

Montag, Juni 20, 2005

Kinderfest, Rujakan dan Baton

Di Vechta hari Sabtu lalu ada acara Kinderfest, bagian dari serangkaian acara Schuetzenfest.

Schuetzenfest adalah pesta rakyat yang utamanya berisi perlombaan menembak. Di Vechta sendiri menurut sejarahnya, acara ini sudah menjadi tradisi sejak tahun 1639.

Ada satu sasaran yang akan ditembak oleh beberapa orang kandidat. Barangsiapa bisa kena, dia akan diangkat menjadi Koenig (raja). Selain dewasa ada juga raja anak-anak. Kostumnya itu lho, keren sekali... Sayangnya tidak banyak gambar bisa saya ambil. Tinggi saya hanya 1,5 meter, cuma sebatas punggung orang-orang itu...

Sebenarnya yang kita tuju adalah acara sampingannya, yaitu Kinderfest. Cuaca sangat bagus dan anak-anak saya biarkan puas bermain-main di sana. Beberapa kali mereka bertemu teman sekolah masing-masing. Saya hanya melihat dari jauh sambil berteduh atau sekedar say hello dengan orang tua mereka.

Cukup banyak permainan yang disediakan secara gratis di sana. Selain anak-anak senang, mereka jadi cukup banyak gerak, tambah bonus gosong...

Hari minggu cuaca masih bagus. Selepas makan siang, saya mengajak Faza piknik di halaman belakang. Sementara tetangga mencari tempat panas, kita menggelar tikar di tempat yang teduh... sudah terlalu coklat nih kulitnya dan belum pengen lebih gelap lagi.

Beberapa saat suasana sangat tenang dan nikmat. Ditemani suara burung cicit-cuit, saya membaca dan Faza bikin bastel (prakarya). Belum saya sempat membalik halaman buku, datang Fariz dan Natha. Wah, heboh... mereka main perang-perangan. Kemudian datang suBapak membawa perlengkapan badminton. Datang lagi Mbak Maria, mamanya Natha. Kemudian Bang Rhein, papanya Natha, bersama tamu mereka (satu keluarga) dari Oldenburg. Acara piknik tambah meriah...

Tiba-tiba ada ide bikin rujak. Wah, oke banget. Langsung deh, kita keluarin apa aja yang bisa mendukung acara rujakan dadakan ini. Mangga, ketimun, wortel, dan apel... haha...

########
Saya dapat lemparan musical baton dari Heni nih... Tentang apa itu baton, silakan dibaca di blognya Heni.
Telinga saya memang senang mendengarkan alunan nada, tapi mulut saya tidak bisa melantunkannya dengan baik dan benar. Dan kalau ditanya seberapa besar file musik di komputer, jawabnya tidak ada sama sekali. Kita lebih sering memutar radio Indonesia (Prambors, Elshinta, Sonora, Retjobuntung, dll), untuk membawa suasana Indonesia di rumah...
Di Jerman saat ini sedang giat-giatnya berperang melawan pembajakan. Beberapa kali kegiatan tersebut disiarkan di TV. Seorang teman bercerita, di Hamburg ada orang Indonesia yang ketahuan dan kena denda cukup besar. Kok bisa ketahuan sih? Itu dipantau dari seberapa besar donlod yang dilakukan selama beberapa bulan (apalagi kalau film tuh, kan gede banget filenya). Bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa internet, hal tersebut mudah dideteksi. Tapi kalau donlodnya legal sih ya lolos aja... Digeledah lho rumahnya. Jadi, jangan sekali-sekali membajak lagu ya.... (hehe... seperti yang nggak pernah aja).
CD atau kaset yang terakhir saya beli adalah Bach Collection. Yang senang dengan CD ini hanya saya. SuBapak bilang iramanya bikin terengah-engah, FaFa bilang membosankan. Tanpa penggemar lain, CD ini hanya saya putar saat Bapak di Uni dan anak-anak di sekolah. Aman....
Melodi yang sedang hadir di telinga saya saat ini datang dari mulutnya Fariz. Fariz itu suaranya gede, lucu kalau nyanyi. Dia menyanyikan lagu rock, latihan untuk pentas di sekolahnya besok Jumat.
wo ist meine spinne?
wer hat sie gesehen?
sie hat sech lange beine
sie ist ja wundershoen
ja wunderschoen...
Terjemahannya kurang lebih begini: Dimana laba-labaku? Siapa yang melihatnya? Dia punya enam buah kaki yang panjang. Dia sangat cantik, sangat cantik sekali.
Gayanya ngerock habis deh... pake goyang-goyang kepala, suara dibikin lantang dan serak 'nglokor', kaki depan dihentak-hentakkan di lantai. Tapi isi lagunya itu lho yang bikin geli...
Lima buah lagu yang paling berkesan (meski tidak sering saya dengarkan) adalah:
  1. Bing-ciptaan Titik Puspa yang dinyanyikan Adi Bing Slamet. Pada syair 'kekasih berpulang untuk slamanya' diganti dengan 'papaku berpulang untuk slamanya'. Lagu tersebut populer saat ayah saya meninggal dunia 26 tahun yang lalu. Kalau sekarang denger lagu itu lagi, hati saya seakan kembali lagi pada suasana 18 Mei 1979 itu.
  2. Nostalgy-Richard Clayderman. Itulah satu-satunya lagu instrumental yang bisa saya mainkan di piano ketika saya SMP dulu. Itupun di bawah not baloknya saya beri angka, do-re-mi-fa-sol-la-si-do. Gampang karena mencetnya gantian jari tangan kiri dan kanan... Sekarang sih, udah nggak bisa lagi... hehe...
  3. Deborah-Jon and Vangelis. Kesan itu timbul karena kalau diputar tengah malam, enak sekali didengar... seringnya sih dari radio. Serasa terbang jauh deh...
  4. Edelweiss-unknown. Lagu klasik ini selalu mengingatkan saya akan pemandangan dari atas gunung dan tentu saja bunga edelweiss itu sendiri. Lagu ini pula yang dulu sering saya gumamkan (saya ingatkan, saya tidak bisa menyanyi) untuk menidurkan anak-anak. Ketika saya menggumamkan lagu ini untuk Faza, Fariz langsung mengenalinya... Katanya, "Aku kayaknya tahu deh lagu ini..."
  5. Liberatio-Krypteria. Lagu ini selalu diputar oleh salah satu stasiun TV di sini ketika menayangkan berita tentang Tsunami. Waktu itu sering sekali diputar untuk memulai dan mengakhiri acara. Setiap kali mendengar lagu ini, hati saya nyeri... ingat korban yang di Aceh. Betapa manusia tidak punya kekuatan apa-apa terhadap alam.

Yang terakhir, baton saya lemparkan ke 5 orang berikutnya emm, siapa ya...? Coba deh, tangkap ya.... Since, Widya, Tika, Dyan dan Khairul.