di Vechta: Sepedaan

Dienstag, August 16, 2005

Sepedaan

Akhirnya...
Akhirnya Faza bisa naik sepeda. Horreee...!!
Setelah dibujuk-bujuk (kadang diancam juga hehe.... nggaklah, maksudnya kita kan udah mau pulang, sepedanya cepat atau lambat kan harus dibuang juga...) akhirnya Faza dengan berat hati mau belajar naik sepeda lagi. Awalnya... saat diajak belajar lagi, dia menolak dengan berbagai macam alasan yang 'lucu'. Seperti yang jempol tangannya sakit-lah (hehe... kan nggak ada hubungannya Za...) atau hidungnya sakit-lah... (hihi, makin ngawur aja bikin alasan...).

Minggu pagi itu saya ajak (lagi) Faza ke Uni, di tempat parkirnya yang cukup luas. Saya carikan tempat yang tidak rata dengan maksud agar dia belajar keseimbangan dengan cara meluncur. Satu dua kali masih kikuk, lama-lama mulai merasa asik. Dan akhirnya tanpa dia sadari sudah bisa meluncur cukup jauh.
Setelah istirahat dan makan siang, kita kembali ke lokasi latihan sepeda tadi. Saya dan Fariz sibuk memberi instruksi untuk meluncur sambil mencoba mengayuh. Saya dan Fariz makin semangat, justru Faza makin stress karena merasa tidak nyaman. Hehe... sorry ya Za, kita cuma ingin kamu cepet bisa naik sepeda (ih, maksa deh!).
Karena bosan, lama-kelamaan Fariz asik dengan sepedanya sendiri dan saya sibuk dengan kamera. Tidak ada lagi yang memperhatikan Faza. Begitu saya menoleh, lho... Faza sudah mengayuh sepeda. Huaaaa.... saya teriak-teriak sampai keluar air mata. Rasanya bahagiaaa banget. Kemudian saya lari mengejarnya dan memeluknya. Hehe... sinetron banget yah? (untung parkiran itu sepi)
Sebelumnya saya sempat disarankan untuk membeli laufrad untuk Faza. Sebuah sepeda tanpa pedal kayuh. Tujuannya sih untuk belajar keseimbangan saja. Harganya lumayan untuk kantong saya padahal masa pakainya tidak akan lama. Akhirnya saya memilih scooter. Di rumah sudah ada, tidak perlu membeli lagi. Setelah Faza cukup menguasai scooter (baca: bisa menjaga keseimbangan) itulah saya ajak lagi untuk belajar bersepeda.
Hari-hari berikutnya kebetulan cuaca cukup bagus, saya ajak Fariz dan Faza bersepeda ke hutan. Saya belum berani mengajak Faza ke jalan. Selain masih belum stabil, Faza belum menguasai aturan bersepeda di jalan. Berbahaya.
Bersepeda di hutan memang menyenangkan, hawanya sejuk. Seiring dengan turunnya suhu dan makin tingginya curah hujan, semakin sering kita jumpai bermacam-macam jamur di sana. Tentu saja kita nggak berani memetiknya karena kita nggak punya buku panduan tentang jamur. Mana yang boleh dimakan dan mana yang beracun atau berbahaya jika dimakan.
Ketika melewati daerah pertanian kita jumpai rumah-rumah 'pak tani' yang khas. Lengkap dengan gudang besar untuk menyimpan hasil panen, kandang ternak, juga tempat parkir traktor-traktor mereka. Di sekitarnya akan tampak ladang gandum yang siap panen, atau tanaman jagung yang mulai meninggi. Kadang juga pohon apel yang lebat oleh merah buahnya. Hmm... santapan mata dan hati yang nikmat...
Semoga suatu saat nanti petani Indonesia bisa seperti petani di sini. Melek informasi, mampu membeli dan menggunakan peralatan modern untuk memaksimalkan hasil pertaninan mereka.