di Vechta: Makanan Paling Enak

Samstag, Mai 07, 2005

Makanan Paling Enak

Makanan apakah yang paling enak?
Makanan enak itu antara lain: sarapan dengan bubur lauk gudeg dan krecek, makan siang jajan di soto Kadipiro, sore jalan-jalan sambil jajan rujak es krim di Pakualaman, lalu makan malam lesehan di bakmi Doring. Hmm... itu sih dulu ketika saya masih mahasiswa...
Makanan enak bisa juga makanan yang kita sukai. Seperti empek-empek belakang toko Ramai, ayam goreng Mbok Sabar (manis), ayam goreng Ny. Suharti (asin), ikan bakar Morolejar, ... sudahlah, tidak usah diteruskan. Lidah saya protes...
Atau, makanan enak itu adalah makanan yang pas takaran bumbunya. Tidak terlalu manis dan tidak terlalu asin. Kurang pedas, silakan tambah sambal.
Tapi menurut saya, makanan yang paling enak adalah masakan Ibas (demikian saya memanggil ibu saya). Hampir empat tahun tidak pulang, yang paling saya kangeni hanyalah masakan Ibas. Ketika suBapak pulang ke Indonesia untuk survey pun yang saya inginkan adalah masakan Ibas sebagai oleh-oleh.
Dulu saya pernah berdebat dengan suBapak perihal sambal goreng dan opor ayam lebaran bikinan ibu masing-masing. Saya bilang masakan Ibaslah yang enak. Tapi suBapak bilang masakan Ibas sedikit kurang manis, lebih enak masakan Ibu. Bla... bla... bla... Dari situ kita lalu mengambil kesimpulan bahwa masakan ibu kita masing-masinglah yang paling enak untuk kita masing-masing.
Saya tidak akan pernah bisa memasak dengan rasa persis seperti yang Ibu masak. Tapi kakak ipar saya bisa memasak dengan rasa seperti yang Ibu masak. Jadi kalau kangen masakan Ibu (beliau sudah meninggal dunia) tinggal minta tolong dibuatkan kakak ipar saya tersebut. Dan memang mantap, rasanya bisa mirip sekali.
Ya, masakan ibu adalah masakan yang paling enak untuk anak-anaknya. Ada tambahan bumbu rahasia yang tidak bisa ditemui juru masak bintang lima sekalipun. Yaitu bumbu cinta. Ibu akan memasak untuk anak-anaknya sarat dengan rasa cinta. Beliau tahu persis selera anak-anaknya dan akan selalu memasak sesuai dengan selera masing-masing.
Bayangkan saja, 25 tahun serumah dengan Ibas, selama itu pula saya selalu makan masakan beliau. Bagaimana mungkin saya tidak mencintai rasanya yang khas tersebut? Lebih nikmat lagi kalau minta suap dengan tangan... Uh, rasanya tak tertandingi...
Bahkan ketika saya sudah menikahpun, jika melihat Ibas makan menggunakan tangan (tidak menggunakan sendok) barang satu atau dua kali saya pasti mengganggu untuk minta suap. Rasanya? Hmm... ada rasa lain yang begitu nikmat, yaitu rasa cinta dan sayang yang begitu kental, manis dan hangat...
Jadi bukan salah Faza ketika mempermalukan saya di suatu pertemuan. Waktu itu dia tidak mau makan. Hanya satu atau dua suap, kemudian tidak mau lagi. Katanya, "Nggak mau, makanannya nggak enak... lebih enak masakannya Ibuk".