di Vechta: Zugspitze

Donnerstag, März 31, 2005

Zugspitze

-bagian keempat-
Sebenarnya kita pergi liburan ini bareng dengan keluarga teman. Tapi barengnya cuma di kereta ketika berangkat dari Bremen dan pulang dari Muenchen aja. Habis, rencana perjalanannya beda sih. Hari ini kita ke mana mereka ke mana nggak pernah sama.
Di hari ketiga kita sempet ketemu saat sarapan, saling tukar cerita dan info. Ternyata mereka merubah jadwal, hari itu ke Zugspitze. Menurut ramalan cuaca, cuma hari itu yang cuacanya bagus dan ada matahari. Wah, kita jadi pikir-pikir... ada sih rencana ke sana, tapi besoknya. Akhirnya diputuskan bahwa kita ke sana juga. Kalau cuaca tidak bagus dan jarak pandangnya terbatas, percuma dong kita ke sana.
Selesai sarapan cepet-cepet balik ke kamar, dalam waktu 10 menit ngebut ganti kostum total. Kenapa? Karena Zugspitze itu di pegunungan Alpen.
Tujuan pertama kita adalah Garmisch-Partenkirchen. Tampak pada gambar (bisa diperbesar), dari sana kita menggunakan Bayerische Zugspitbahn jenis kereta listrik biasa, sampai bahnhof Grainau. Kemudian ganti kereta lagi menggunakan jenis Zahnradbahn, yaitu kereta listrik yang ditengahnya mempunyai tambahan roda bergigi khusus untuk daerah pegunungan.
Mulai dari Grainau inilah jalur kereta mulai menanjak. Subhanallah, pemandangannya sungguh indah sekali. Hamparan padang salju, rumah-rumah pedesaan yang sangat khas, deretan pohon cemara yang tampak bertumpuk-tumpuk karena perbedaan ketinggian, pucuk-pucuk gunung yang tertutup salju, hilir mudik kereta gantung mengangkut pemain ski... sungguh luar biasa.
Sampai di bahnhof Eibsee kita turun. Karena waktunya sudah terlalu siang, kita tidak sempat lagi menikmati pemandangan Eibsee (danau) yang kebetulan saat itu masih beku. Langsung dilanjutkan naik Seilbahn menuju Zugspitze. Dengan jarak/lintasan sepanjang 4453 m, bergerak dari ketinggian 1000 m ke ketinggian 2962 m, merupakan lintasan Seilbahn terpanjang di Jerman.
Tadinya saya sempet sebel juga, kok Seilbahn-nya penuh sesak begitu? Gimana kita bisa menikmati pemandangan di luar? Semua tempat di dekat jendela sudah terisi. Tapi begitu melihat ke atas, kearah lintasan yang akan kita lalui... hiii, tinggi banget. Sudahlah, lebih baik di tengah saja. Anak-anak langsung saya beri permen karet untuk menyesuaikan perubahan tekanan dari perbedaan ketinggian dalam perjalanan itu.
Tuh, bener kan... begitu bergerak naik dengkul mulai gemetaran. Rasanya kok srrr... srrr... ha ha ha... singunen kata orang jawa. Ssst, denger-denger kabar, kalau nggak kuat bisa keluar pipis nggak sengaja lho. Waktu tempuhnya sebenarnya tidak lama, sekitar 10 menitan, tapi untuk saya terasa sangat lama. Berdiri dengan satu tangan memegang gantungan (seperti di bus kota), tangan satu lagi memegang Faza membuat saya berhitung dalam hati... satu... dua.. tiga... dua puluh... lima puluh... seratus... aduuuh, lama sekali sih? Gelisah sekali rasanya. Kayaknya mulai mabuk nih... hi hi...
Begitu sampai, lega rasanya.... bisa menginjakkan kaki lagi di bumi, meski badan masih sedikit bergoyang-goyang. Fariz langsung bisa menyesuaikan, hanya Faza yang masih terus berusaha menjauhi jendela, takut katanya. Menaiki beberapa tangga, sampailah kita di teras Zugspitze. Brrr... dingin! Angin bertiup lebih kencang di atas. Di sekitarnya bukan lagi salju, melainkan es. Dari tempat inilah sebenarnya kita bisa melihat puncak-puncak gunung di Swiss, Austria, Italy dan tentu saja Jerman. Sayang saya tidak mengetahui dengan persis arahnya.
Dengan menggunakan teropong koin (setelah memasukkan koin €1 teropong baru bisa berfungsi) kita bisa melihat kota/desa-desa di bawah dengan jelas. Garmisch-Partenkirchen tampak seperti miniatur kota yang indah, Eibsee beku juga terlihat demikian jelas, pucuk-pucuk gunung yang lain begitu mempesona... benar-benar memanjakan mata. Membuat hati demikian haru, subhanallah... indah sekali ciptaan-Mu ya Allah.
Melewati sebuah jembatan (ketika lewat, saya berjalan dengan cepat dan mata lurus menghadap depan, hi hi... masih takut) kita sudah di luar negeri, Austria. Horreeee... kita sudah pernah ke Austria juga... he he... Setelah membuka bekal makan siang sambil istirahat sebentar, kita kembali melanjutkan perjalanan. Sempat salah arah menuju Tirol Austria. Menurut petugas jaga di situ, kalau datang dari Jerman harus turun ke Jerman pula. Balik lagi, menyeberang jembatan lagi, kembali ke Jerman lagi. Baru kemudian kita turun ke Zugspitplatt yang mempunyai ketinggian 2600 m dengan menggunakan Gletscherseilbahn. Kali ini panjang lintasannya 1000 m.
Zugspitzplatt ini adalah tempat untuk bermain ski. Tempatnya begitu luas dan lapang, juga dengan pemandangan yang sangat indah. Ada sebuah gereja kecil, menurut letaknya merupakan gereja tertinggi di Jerman. Wah, FaFa benar-benar sangat menikmati. Bisa berlari-lari, berguling-guling, perosotan, melihat orang bermain ski, dll. Lenyap sudah rasa mabuk tadi, berganti dengan suasana ceria. Seperti mentari yang saat itu bersinar dengan hangatnya.
Waktu berlalu demikian cepat, sudah saatnya untuk berkemas-kemas. Setelah membeli kartu pos dan beberapa souvenir kita kemudian menuju bahnhof Zugapitplatt, menuju Zahnradbahn yang akan membawa kita kembali turun. Dari ketinggian 2600 m kita menuju Grainau dengan ketinggiannya 710 m. Panjang lintasan relnya 19.000 m. Sebuah perjalanan panjang yang membosankan karena sepanjang perjalanan hanya tampak gelap. Kita melewati lorong-lorong di bawah gunung. Karena lelah, sepanjang perjalanan anak-anak tertidur pulas. Saya hanya bisa heran, berapa lama ya waktu yang diperlukan untuk membuat terowongan sepanjang ini?
Perjalanan ini sungguh sangat berkesan. Mungkin waktu saya muda dulu pernah naik gunung di Jawa dengan ketinggian lebih dari 3000m. Tapi hamparan pemandangan di sini sungguh tak terlukiskan dengan kata-kata. Eh, masih lebih hebat Fariz dan Faza ya, masih berumur 8 dan 5 tahun tapi sudah mencapai puncak gunung dengan ketinggian 2962 m... he he...
-posting berikutnya, liburan hari keempat-